KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrakhim
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah
ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin perevisi tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam semoga terlimpahkan
kepada junjungan kita nabi besar, Muhammad saw yang membawa sedikit ilmu Alloh
dan memberi contoh bagaimana mengamalkan ilmu itu.
Dewasa ini sudah jarang orang mempelajari
Al Qur’an beserta ilmunya. Banyak yang hanya mengkoleksi kitab,mp 3 dan lain
sebagainya nya akan tetapi jarang yang ingin mempelajari Al Qur’an beserta ilmu
– ilmunya. Banyak yang menganggap, bahwa Al Qur’an hanya sesuatu hal yang
biasa, padahal bila di teliti banyak para ilmuwan islam maupun barat menemukan
suatu penemuan dari hasil mempelajari Al- Qur’an dalam hal ilmu pengetahuan dan
tecnologi, di samping karena ke jeniusan yang di miliki oleh individu ilmuwan –
ilmuwan tersebut.
Di lihat dari itu semua, IAI Nurul Jadid
Paiton Probolinggo memasukkan salah satu kajian Ilmu Studi Al Qur’an
dalam proses belajar mengajar di Fakultas Tarbiah.
Dalam hal ini kami mengangkat tema judul
makalah “ QIRO’AT DALAM AL-QURAN“ yang
berisi ilmu cara melafalkan/ Membaca Al Qur’an dan macam-macam, Syarat-Syarat qiro’at
dalam Al Qur’an dan pendapat Ulama’ tentang qiro’at.
Semoga tugas makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya. Kritik yang membangun,
Sangat penulis harapkan karena makalah ini jauh dari kata sempurna. Hanya Alloh
jua-lah yang maha sempurna.
Sukron
katsiron
Walhamdulillahirobbil
a’lamin
Kamis,
12,04,2012
P
E N U L I S
DAFTAR ISI
HALAMAN
PERSEMBAHAN ...................................................................................................... o
Kata
Pengantar
................................................................................................................................. i
Daftar
Isi
.......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah
...................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan
........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiro’ah
................................................................................................... 3
B. Sejarah Qiraatil Qur’an
........................................................................................... 4
C. Macam –Macam Qira’ah
........................................................................................ 4
D. Syarat di Terimanya Qira’ah
.................................................................................. 6
E. Metode Penyampaian Qira’ah
................................................................................ 7
BAB
III PENUTUP
A.
Komintar ............................................................................................................. 10
B.
Saran-Saran
............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Al-qur’an
adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara
malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum
muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik
aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya. Selain sebagai sumber ilmu,Al
Qur’an juga mempunyai ilmu dalam membacanya.
Dalam surat Al Isro’,Alloh swt telah berfirman
:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي
هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ
أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya Al Quran ini
memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira
kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada
pahala yang besar.” (QS. Al Isra : 9)
Juga telah di sebutkan dalam sebuah hadits
,Sabda Rasulullah saw,“Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka
baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya.
Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf,
laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Begitu besar
keagungan Al Qur’an sampai – sampai dalam membacanyapun harus di sertai
ilmu membaca yang di sebut ilmu qiro’at, karena di kawatirkan apabila dalam
membaca Al Qur’an tidak di sertai ilmunya akan berakibat berubahnya arti,maksud
serta tujuan dalam setiap firman yang tertulis dalam Al Qur’an.
Selain ilmu
qiro’at, Al Qur’an juga suatu rangkain kalimat yang serasi satu dengan yang
lainnya. keserasian kalimat antar kalimat, ayat antar ayat sampai kepada surat
antar surat membuat Al Qur’an di juluki suatu rangkain syair yang begitu indah
mustahil untuk di serupai. dalam rangkaian UlumulQur’an, keserasian dalam Al
Qur’an di sebut Munasabah Al Qur’an.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Qira’at?
2.
Bagaimana
latar belakang timbulnya perbedaan qiraah.?
3.
Apa saja
bentuk qira’ah serta syarat-syaratnya.?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Qiro’at.
2.
Untuk
mengetahui latar belakang dari timbulnya perbedaan Qiro’at.
3.
Untuk
mengetahui bentuk Qiro’at.
4.
Untuk
mengetahui macam-macam Qiro’at serta imamnnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qiro’ah
Berdasarkan
etimologi (bahasa), qiro’at merupakan kata kajian (masdar) dari kata kerja
“qara’a” yang berarti membaca. Bila dirujuk berdasarkan pengertian terminology
(istilah), ada beberapa definisi yang diintrodusirkan ulama :
1. Menurut az-Zarqani.
Az-Zarqani
mendefinsikan qiraah dalam terjemahan bukunya yaitu : mazhab yang dianut oleh
seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-Qur’an
serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam
pengucapan huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya.
2. Menurut Ibn al Jazari :
Ilmu yang
menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya
dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
3. Menurut al-Qasthalani :
Suatu ilmu
yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang
menyangkut persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang
kesemuanya diperoleh secara periwayatan.
4. Menurut az-Zarkasyi :
Qiraat
adalah perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, baik menyangkut
huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif
(meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.[1]
5. Menurut Ibnu al-Jazari
Qira’at
adalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur’an dan
perbedaannya dengan membangsakaanya kepada penukilnya .
Perbedaan cara pendefinisian di atas
sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada beberapa cara
melafalkan al-quran walaupun sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu nabi
Muhammad SAW.
Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa qira’ah adalah cara membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang
dipilih dari salah seorang imam ahli qira’ah yang berbeda dengan cara
ulama’ lain serta didasarkan atas riwayat-riwayat yang mutawatir sanadnya yang
selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang terdapat dalam salah satu mushaf Usmani.
B. Sejarah Qiraatil Qur’an
Pada periode awal kaum muslimin memperoleh ayat-yat Al- Qur’an lansung
dari Nabi Saw. kepada para sahabat, dan dari para sabat ini kemudian kepada para
tabi’in serta para imam-imam Qira’at pada masa selanjutnya. Pada masa Nabi
Saw. ayat-ayat ini diperoleh dari Nabi dengan cara mendegarkan, membaca lalu
beberapa sahadat menhafalkannya. sehingga pada periode ini Alqur’an belum
dibukukan, pedoman dasar bacaan dan pelajarannya langsung bersumber dari Nabi
Saw. Serta para sahabat yang hafal Al-Qur’an . hal ini berlangsung hingga masa
para sahabat yang pada perkembangannya Al-Qur’an dibukukan atas dasar ikhtiar Abu
Bakar dan inisiatif Umar bin Khattab. pada perkembangan berikutnya, al-qur’an
justru tertata lebih karena kholifah
usman berinisiatif untuk menyalin mushaf dan dicetak lebih banyak untuk
kemudiyan disebarkan kepada kaum muslimindi berbagai kawasan. Langkah ini
ditempuh oleh utsman bin affan karena pada waktu itu terjadi perselisihan
diantara kaum muslimin tentang perbedaan bacaan yang mereka terima, maka dengan
dasar inilah sejarah awal terjadinya perdebatan Qira’at yang kemudiyan
dipadankan oleh Utsman bin Affan dengan menyalin mushaf itu menjadi satu bentuk
yang sama dan mengirimnya ke berbagai daerah.. Dengan cara seperti ini maka
tidak akan ada lagi perbedaan, karena seluruh mushaf yang ada di daerah-daerah
kaum muslimin semuanya sama, yaitu mushaf yang berasal dari kholifah utsman bin
affan.
Setelah masa itu, maka muncullah para qurra’
(para ahli dalam Membaca Al-Qur’an), merekalah yang menjadi penutan di
daerahnya masing-masing dan dari bacaan mereka di jadikan pedoman serta
cara-cara membaca Al-Qur’an.
Di madinah, misalnya terdapat banyak qurro’
diantaranya Ibnul Musayyab, Urwah, bin Abdul Aziz, Said bin Aslam. Di mekkah
terdapat Ubaid bin Umar, Thoush, Mujahid dan Ikrimah. Di kufah terdapat Alqomah,
Masruq, dan Ubaidah. Di Basrah ada Abu ‘Aliyah, Abu Roja’, dan Nasir bin Asir.
Di Syam juga terdapat para qurro’ diantaranya: Mughiroh bin Abi Syihab, Kholifah
bin Sa’id, Sahibu abi Darda’. Mereka semua adalah tokoh-tokoh yang ahli dalam qira’ah
Al-Qur’an yang termasyhur.
Selain itu qira’ah Al-Quran juga dikenal
bacaan yang teori membacanya berasal dari imam tujuh (qiro’ah sab’ah)
mereka adalah : Imam Abu ‘Amr, Nafi’, Ashim,
Khamzah, Kisai, Ibnu Amir dan Ibnu Kasir.
Tetapi ilmu qiro’ah ini muncul pada
abad IV H. Imam sayuthi menyatakan bahwa yang pertama kali mengkaji dan membukukannya dalam sebuah kitab adalah
Abu Ubaid Al-Qasim bin salam, lalu imam Ahmad bin Jubair Al-Kufi dan Ismail bin Ishaq Al-Maliki.
Adapun beberapa kitab yang membahas Qiro’ah
sab’ah adalah At-tafsir fi Qira’ati Sab’Ikarya imam Abu amr’
Ad-dhani. Sedang yang membahas Qira’at asyrah adalah Al-misbahud dzahir fi qira’atil asyir
Dzawahir karya abduk kirom mubarak bin hasan asy-Syahraqarzy
C. Macam –Macam Qira’ah
Dalam pembahasan tentang macam-macam qira’at ini
akan di jelaskan pendapat para Ulama’ mengenai hal ini diantaranya:
a. Dalam kitab mahabis fii’
ulumil Qur’an, prof. Dr . manna’ul Qatthan membagi jenis qira’at menjadi:
Pertama:
Qira’ah mutawatir, yaitu qira’ah yang periwayatannya melalui beberapa
orang, seperti Qira’ah sab’ah yang menurut jumhhur ulama’ Qira’ah sab’ah ini
semua riwatnya adalah mutawatir.. para imam yang termasuk dalam Qira’ah sab’ah
adalah:
·
Nafi’ bin Abdurrahman (w.169 H.) di Madinah
·
Ashim bin Abi Najud Al-asdy (w. 127 H.) di Kufah
·
Hamzah bin Habib At-Taymy (w. 158 H.) di Kufah
·
Ibnu amir al- yahuby (w. 118 H.) di Syam
·
Abdullah Ibnu Katsir (w. 130 H.) di Makkah
·
Abu Amer Ibnul Ala (w. 154 H) di Basrah
·
Abu Ali Al- Kisa’i (w. 189 H) di Kufah
Kedua : Qiroat Ahad, yaitu qiro’at yang sanatnya
soheh tetapi tulisannya tidak cocok dengan tulisan mushap usmani yang juga
tidak selaras dengan kaidah bahasa arab. Qiro’at ini tidak boleh untuk membaca
al-qur’an.
Ketiga : Qiro’at Syadz, yaitu qiro’at yang
sanatnya tidak soheh, seperti bacaan ……………. Dengan
bentuk fi’il madi yang berasa dari bacaaan ibnu sumaifai.
Ø Dalam kitab Zubdah Al-
Itqon Fii Ulumil Qur’an Karya
Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki bahwa imam Al-Jaziri mengelompokkan Qiro’at
dalam lima bagian, yaitu:
1. Qiro’ah Mutawatir, yakni Qiro’at
yang disampaikan oleh sekelompok orang mulai dari awal sampai sanad, yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta.
2. Qiroa’at Masyhur, yaitu qiro’ah
yang memiliki sanad sohih, tetapi tidak sampai pada kualitas mutawatir, sesuai
dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf Usmani, masyhur di kalangan ahli qiro’ah
dan tidak termasuk qiro’ah yang keliru dan menyimpang. Misalnya qiro’at
dari imam yang tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda. Sebagian perawi
misalnya meriwayatkan dari Imam Tujuh , sementara yang lainnya tidak. Qiro’at
semacam ini banyak di jumpai kitab-kitab Qiro’ah misalnya At-taisir
karya Ad-dani, Qashidah karya As-Syatibi, Au’iyyah Annasr Fi Qiro’ah
Al-Asyr dan Taqrib An-Nasyr, keduanya karya Ibnu Al-Jaziri.
3. Qira’at Ahad, yaitu qira’ah yang
memiliki sanad sohih, tetapi menyalahi tulisan mushaf Usmani, dan kaidah bahasa
Arab, tidak masyhur, seperti riwayat dari Al-Hakim Al-Jahdiri dari Abu Bakrah yang
menyebutkan bahwa Nabi saw. Membaca ayat:
متكئين عاي رفارف
خضر وعباقري حسان
Dari
Abu Hurairah, Al-Hakim meriwayatkan bahwa Nabi saw. Membaca:
فلا تعلم
نفس ما اخفي لهم من قرات اعين
Juga
dari Abu Hurairoh, Al-Hakim meriwatkan bahwa Nabi saw membaca:
لقد جاءكم رسول من انفسكم
(Huruf
fa’ dibaca dlommah: anfasikum)
Dari
‘Aisyah, Alhakim meriwayatkan bahwa Nabi saw. Membaca:
فروح وريحا
ن
((huruf
fa’ di baca dlommah: faruuhun)
4. Qiro’ah syadz, yaitu qiro’ah
yang sanadnya tidak sohih. Contoh:ملك يوم الدين (di baca malaka yauma)
5. Qira’ah maudlu’ (palsu) seperti
qira’ah Al-Khazza’i.
Imam Suyuthi menambah jenis qira’ah yng keenam, yaituyang
menyerupai hadits Mudroj, yaitu adanya sisipan pada baca’an dengan tujuh
penafsiran seperti qiro’ah Abi Waqqash yang berbunyi: وله اخ او اخت من ام
Juga
sperti qiro’ah Ibnu Abbas yang berbunyi:
ليس عليكم
جناح ان تبتعوا فضلا من ربكم في موسم الحج
b. Sedang menurut Prof. Dr.H. Abdul
Djalal HA.dalam bukunay ulumul qur’an membagi qiroat beberapa kritria,
yaitu:
1.
Qiro’ah ditinjau dari segi para pembacanya ( qurrok ):
a) Qiro’ah
Sab’ah yang di sandarkan pada Imam Tujuh ahli qira’a, yaitu qira’ah yang telah disebutkan diatas.
Ada
dua alasan kenapa di sebut qira’ah sab’ah:
Pertama: ketika kholifah Utsman menirim ke berbagai
daerah itu berjumlah tujuh buah yang masing-masing disertai dengan ahli qira’ah
yang mengajarkan. Nama Sab’ah berasal dari jumlah qurro’ yang mengajarkan yaitu
Sab’ah (tujuh).
Kedua: tujuh qira’ah itu adalah qira’at yang sama
dengan tujuh cara (dialek) bacaan diturunkannya Al-qur’an. Dua pendapat diatas
di sampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. yang mengutip dari pendapat Imam
Al-Maliki.
b) Qir’ah
Asyrah: qira’ah yang di sandarkan kepada sepuluh orang ahli qra’ah, yaitu tujuh
orang yang sudah tersebut dalam qira’ah sab’ah di tambah dengan tiga orang,
yaitu:
- Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-qari (w. 130
H.) di Madinah
- Abu Muhammad Ya’ Qub bin Ishaal-Hadhary (w.
205 H.) di Basrah
- Abu Muhammad Kholf bin Hisyam Al-A’masyy (w.
229 H.)
Menurut sebagian ulama’, pembatasan terhadap tujuh ahli
qira’at kurang tepat, karna masih banyak orang (ulama’) lain yang juga mamahami
dan pandai tentang qira’at.
c) Qira’ah
Arba’a Asyrata: yaitu qira’ah yang di sandarkan kepada 14 ahli qira’ah yang
megajarkannya, sepuluh ahli qira’ah yang telah di tulis di tambah dengan empat
orang, yaitu:
- Hasan Al-Bashri (w. 110 H.) di Basrah
- Ibnu Muhaish (w. 123 H.)
- Yahya Ibnu Mubarok Al- Yazidy (w. 202 H.) di Baghdad
-
Abu Faroj Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy (w.
388 H.) di Baghdad
2.
Di tinjau dari para perawi
Qira’at
dilihat dari perawinya di bagi menjadi enam kelompok yang sudah di jelaskan
pembagiannya pada pembahasan yang terdahulu, yaitu qira’ah mutawatiroh, Qira’ah
Masyhurah, Qira’ah Ahad, Qira’ah Syadz, Qira’ah maudlu’ dan Qira’ah Mudroj.
3.
Ditinjaudari segi nama jenis
Sebagian
ulama’ berpendapat bahwa jika qira’ah itu ditinjau dari sisi nama jenis, maka
qira’ah itu di bagi menjadi:
a. Qira’ah, yaitu untuk nama bacaan
yan telah memenuhi tiga syarat sebagaimana penjelasan di atas, seperti Qira’ah
Sab’ah, Qira’ah Asyrah dan Qira’ah Arba’a Asyrata.
b. Riwayat, nama bacaan yang hanya berasal dari salah
sorang perawinya sendiri.
c. Thariq, yaitu nama untuk bacaan
yang sanadnya terdiri dari orang-orang
yang sesudah para perawinya sendiri.
d. Wajah, yaitu nama untuk bacaan
Al-qur’an yang tidak di dasarkan sifat-sifat tersebut di atas, melainkan
berdasarkan pilihan pembacanya sendiri.
D. Syarat di Terimanya Qira’ah
Dengan banyaknya periwayatan dalam qira’ah, maka ada
beberapa syarat, agar qira’ah tersebut shahih dan dapat di baca oleh umat.
Syarat –syarat itu adalah:
a. Qira’ah tersebut harus sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa arab,
b. Sanad dari riwayat yang
menceritakan qira’ah-qira’ah tersebut haru shahih,
c. Bacaan yang di terapkan adalah
bacan yang cocok dengn salah satu mushaf Utsmani.
Oleh sebab itu maka qira’ah yang shahih harus memenuhi
syarat-syarat di atas, meskipun diriwayatkan kurang dari tujuh oang perawi Al-qur’an.
Dengan pengertin lain, bahwa apabila sebuah qira’ah sudah memenuhi persyaratan
tersebut diatas, maka qira’at tersebut dinyatkan Shahih yang harus di imani dan
tidak bole di pungkiri keberadaannya.
Berdasarkan persyaratan tersebut, maka setiap qira’at
yang sudah terpenuh tiga hal di atas , maka dikatakan qira’ah shahih, baik
berasal dari Qira’ah Sab’ah, Qir’ah Asyrah Ataupun Qira’ah Arba’a Asyrata.
Prof. Dr. H.A. Djalal juga menegaskan bahwa menurut
Al-kawassy, semua qira’ah yang shahih sanadnya, selaras dengan kaidah bahasa
arab, dan sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani, itu adalah termasuk qira’ah
sab’ah yang dinash dalam hadits Nabi Muhammad saw.
E. Metode Penyampaian Qira’ah
Menurut Dr.
Muhammad bin alawial-maliki dalam bukunya berjudul zubdah al-itqan fi ulumil
qur’an mengatakan, bahwa di kalanga ahli hadits ada beberapa periwayatan
atau penyampaian qira’ah di antaranya:
a.
Mendengr
langsung dari guru (al-sima’)
b.
Membacakan
teks atau hafalan di depan guru (al-qira’ah `ala al-syaikh)
c.
Melalui
ijazah dari guru kepada murid
d.
Guru
memberikan sebuh naskah asli kepada muridnya atau salinan yang di koreksinya
untuk di riwayatkan(al-munalah)
e.
Guru
menuliskan sesuatu untuk di berikan di berikan kepada muridnya(mukatabah)
f.
Wasiat
dari guru kepada para murid-muridnya
g.
Peberitahuan
tentang qira’ah tertentu(al-I’lam)
h.
Hasil
temuan (al-wijadah)
Para
imam qira’ah, baik salaf maupun kholafmeriwayatkan lebih banyak menggunakan
metode qira’ah `al al-syaikh. Metode ini juga di gunakan oleh nabi saw. Ketika
beliau menyodorkan bacaan al-qur’an di hadapan jibril pada seiap bulan
ramadhan. Adapun al-sima’tidak di gunakan oleh para imam qira’ah dengan
beberapa alasan:
Pertama: karna yang mendengar langsung dari nabi hanyalah para sahabat.
sedang mayoritas para imam qir’ah tidak pernah mendengarkan secara langsung
dari nabi saw.
Kedua: setiap murid yang mendengar langsung dari gurunya tidak mampu
secara persis meriwayatkan apayang telah di dapat dari gurunya. Sedang para
sahabat dengan kulitas kefasihan yng baik, mereka mampu menyampaikan al- qur’an
sama persis seperti ynag mereka dengarkan dari nabi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a.
Qira’at adalah cara
membaca ayat-ayat yang dipilih oleh salah seorang imam ahli qira’atyang berbeda
yang berbeda dengan cara ulama’ lain sertadi dasarkan atas riwayat yang
mutawatir sanadnya yang selaras dengan kaidah-kaidah bahasa arab yang terdapat
dalam salah satu mushaf Utsmani (AD)
b.
Macam-Macam Qira’at:
a)
Di
tinjau dari segi membcanya (qori’):
1.
Qira’at
sab’ah (tujuh)
2.
Qira’at
asyrah (sepuluh)
3.
Qira’at
arba’asyarata (empat belas)
b)
Di
tinjau dari perawi:
1.
Mutawatir
2.
Masyhurah
3.
Ahad
4.
Syadz
5.
Qira’at
maudlu’
6.
Qira’at
mudraj
c)
Di
tinjau dari segi nama jenis:
1.
Qira’at
2.
Riwayah
3.
Thariq
4.
Wajah
c.
Syarat Diterimanya Qira’at:
1. Harus sesuai denga kaidah bahasa arab
2. Harus shahih
3 Bacaannya harus sesuai dengan mushaf Utsnami
d.
Metode Penyampaian Qira’at:
1. Mendengar dari guru
2. Membaca di depan guru
3. Melalui ijazah
4. Melalui naskah dari guru
5. Melalui tulisan
6. Wasiat
7. Melalui pemberitahuan
8. Hasil temuan
e.
Manfaat Dari Keberagaman Qira’at:
1. Menunjukkan kemurnian al qur’an
2. Mempermudah mempelajari al-qur’an
3. Menunjukkan keagungan dan kemukjisatan al-qur’an
4. Dapat membaca al-qur’an dengan metode qira’ah yang berbeda.
B. Saran- Saran
Demikianlah
dalam hal ini penulis akhiri makalah ini tak lupa mohon maaf kepada semua
pihak, kritik dan saran, Penulis harapkan. Demi perbaikan penulisan makalah ini
selanjutnya.
belajar Qiraat itu bisa dimulai dari biasa dulu, terus ke murotal baru ke mujawwad.
BalasHapusIni ko gk ada daftar pustakanya ya??
BalasHapus